Kategori
Teknologi Kripto Pemula

Apa itu Skalabilitas Blockchain?

Reading Time: 6 minutes

Skalabilitas blockchain masih menjadi permasalahan utama yang dihadapi industri crypto. Selama permasalahan ini terjadi, adopsi massal blockchain akan sulit terwujud. Untungnya, tim pengembang selalu berinovasi menghadirkan solusi untuk mengatasi skalabilitas. Perlahan namun pasti, tingkat skalabilitas blockchain terus membaik. Sebenarnya apa yang menjadi penyebabnya? Apa saja solusi untuk mengatasinya? Simak selengkapnya

Ringkasan Artikel

  • ⚡ Skalabilitas blockchain merujuk pada kemampuan sistem untuk menangani jumlah transaksi yang besar dengan cepat dan efisien. Skalabilitas diukur dari latency, throughput, dan biaya operasional.
  • 🚫 Sayangnya, blockchain masih kalah bersaing dalam hal skalabilitas bila dibandingkan dengan jaringan terpusat seperti Visa dan PayPal. Hal tersebut menjadi satu alasan yang menghambat adopsi massal blockchain.
  • ♻️ Skalabilitas merupakan bagian dari trilema blockchain, yang melibatkan keseimbangan antara desentralisasi, keamanan, dan skalabilitas. Peningkatan skalabilitas sering kali harus dikompromikan dengan mengurangi desentralisasi atau keamanan.
  • 🔎 Beberapa solusi dikembangkan untuk meningkatkan skalabilitas blockchain, baik melalui layer 1 maupun layer 2. Teknologi seperti Segregated Witness, Sharding, Sidechains, Rollups, dan Zero Knowledge hadir sebagai solusi untuk meningkatkan skalabilitas blockchain.

Apa itu Skalabilitas Blockchain?

Sebagai tekonologi yang digadang-gadang menggantikan teknologi yang ada saat ini, blockchain masih dihadapkan pada satu masalah utama serius, yakni skalabilitas. Sebenarnya apa itu skalabilitas blockchain? Sederhananya, ia merujuk pada kecepatan dalam pemrosesan transaksi. Terdapat tiga metrik yang digunakan dalam mengukur skalabilitas sebuah blockchain:

  • Latency atau waktu yang diperlukan untuk mengirim transaksi ke seluruh nodes dan mengumpulkan tanggapan mereka untuk mencapai konsensus. Latency yang lebih rendah akan menghasilkan jaringan dengan skalabilitas yang lebih baik.
  • Throughput atau jumlah transaksi yang diproses dalam satu detik alias TPS. Semakin tinggi throughput maka akan semakin lebih baik skalabilitas sebuah blockchain.
  • Biaya yang diperlukan dalam mengoperasikan sebuah blockchain dipengaruhi oleh sumber daya seperti komputasi, bandwith, dsb. Semakin banyak sumber daya yang digunakan, akan semakin besar juga insentif yang harus diberikan. Jika insentifnya tidak sebanding, akan menurunkan minat pengguna jaringan.

Seperti yang kita tahu, tingkat skalabilitas blockchain masih kalah jika dibandingkan dengan teknologi yang dimiliki jaringan terpusat seperti Visa dan PayPal. Permasalahan skalabilitas blockchain pada akhirnya berimbas pada pemrosesan transaksi yang lama dan biaya yang mahal. Hal tersebut yang kemudian menjadi penghambat tingkat adopsi massal teknologi blockchain.

Mau tahu apa saja yang dibutuhkan agar terjadi adopsi massal crypto? Cari tahu jawabannya di artikel berikut.

Permasalahan Skalabilitas Blockchain

Jika membahas permasalahan blockchain scalability, maka tidak bisa dipisahkan dari trilema blockchain. Ia merupakan permasalahan yang dihadapi oleh tim pengembang ketika membangun blockchain. Pasalnya, dalam membangun sebuah blockchain, terdapat tiga aspek utama yang dipertimbangkan oleh tim pengembang, yakni desentralisasi, keamanan, dan skalabilitas.

Idealnya, sebuah blockchain bisa memaksimalkan ketiga aspek tersebut. Namun, dalam praktiknya, tim pengembang dihadapkan pada pilihan untuk “mengorbankan” salah satu aspek agar bisa memaksimalkan dua aspek lainnya. Kondisi terjebak dalam dilema (dalam hal ini trilema) inilah yang kemudian disebut sebagai trilema blockchain. Co-Founder Ethereum, Vitalik Buterin merupakan sosok yang mempopulerkan konsep trilema blockchain.

Skalabilitas jadi aspek yang dikorbankan pada trilime blockchain

Dengan karakteristik blockchain yang mendepankan aspek keamanan dan terdesentralisasi, aspek skalabilitas akhirnya harus dikorbankan. Hal ini yang kemudian menyebabkan tingkat skalabilitas blockchain yang rendah. Pintu Academy telah menyiapkan artikel khusus yang membahas fenomena trilema blockchain secara mendetail di sini.

Mengapa Blockchain Scalability Penting?

Skalabilitas pada blockchain adalah hal yang penting karena ia mengacu pada kemampuan jaringan memproses transaksi. Skalabilitas yang baik akan mampu menjaga kecepatan pemrosesan dan efisiensi jaringan meskipun jumlah transaksi dan pengguna terus meningkat.

Kebanyakan blockchain saat ini tidak mempunyai masalah memproses transaksi dalam jumlah kecil atau pengguna yang sedikit. Mereka bisa mempertahankan tingkat skalabilitas yang baik, sembari mengedepankan aspek keamanan dan terdesentralisasi.

Namun, ketika jumlah pengguna dan transaksi semakin banyak, pemrosesan transaksi jadi lambat dan lebih mahal. Pada jaringan Ethereum misalnya, ketika transaksi sedang sangat ramai, biaya gasnya bisa menjadi sangat mahal hingga mencapai US$ 100. Hal ini tentunya memberikan dampak negatif pada pengalaman pengguna. Jika terus berlanjut, pengguna pada akhirnya akan enggan menggunakan blockchain sehingga berdampak pada tingkat adopsi dan pertumbuhan blockchain itu sendiri.

Solusi untuk Blockchain Scalability

Tim pengembang telah menghadirkan berbagai terobosan teknologi sebagai solusi untuk skalabilitas blockchain. Mulai dari memanfaatkan teknologi layer 1 hingga layer 2. Berbagai solusi berikut berhasil membuat skalabilitas blockchain menjadi lebih baik.

Solusi Layer 1

1. Segregated Witness

Segregated Witness atau SEGWIT merupakan pembaruan pada jaringan Bitcoin dengan cara mengurangi bobot transaksi dalam satu blok blockchain yang diterapkan. Ia bekerja dengan cara memisahkan data tanda tangan dari transaksi yang disertakan di setiap blok. Proses ini akan membebaskan ruang dan meningkatkan kapasitas blok sehingga bisa menampung lebih banyak transaksi.

Perbedaan Segwit dan non-segwit
Perbedaan transaksi tanpa Segwit dan dengan Segwit. Sumber: Buy Bitcoin

Seiring transaksi yang dapat ditampung di dalam blok menjadi lebih banyak, maka jumlah antrian transaksi di mempool juga menjadi lebih sedikit. Pembaruan segwit membuat transaksi Bitcoin menjadi lebih cepat dikonfirmasi.

Penjelasan lebih lanjut soal Segwit bisa kamu baca di sini.

2. Sharding

Sharding merupakan arsitektur blockchain yang memungkinkan setiap node hanya menyimpan sebagaian kecil dari data platform. Lewat sharding, proses penyimpanan data dibagi menjadi pecahan-pecahan (shards) lebih kecil, yang kemudian bisa disimpan di berbagai pihak. Secara bersamaan, proses ini membagi beban komputasi dan penyimpanan data ke beberapa node, sehingga mengurangi beban jaringan secara keseluruhan.

Dengan membagi penyimpanan data ke pecahan yang lebih kecil, sharding bisa meningkatkan skalabilitas. Sumber: Vitalik Blog
Dengan membagi penyimpanan data ke pecahan yang lebih kecil, sharding bisa meningkatkan skalabilitas. Sumber: Vitalik Blog

Alhasil, sharding dapat meningkatkan kecepatan dan skalabilitas jaringan, tanpa mengorbankan keamanan dan desentralisasi. Salah satu blockchain yang menerapkan sharding untuk meningkatkan skalabilitas adalah Near Protocol. Lewat the Merge, kini Ethereum juga memanfaatkan teknologi sharding.

Dalam artikel berikut, kamu bisa mengetahui penjelasan bagaimana cara kerja Sharding di blockchain Ethereum.

Solusi Layer 2

1. Sidechain

Solusi skalabilitas Sidechain adalah rantai terpisah yang dihubungkan dengan rantai utama melalui jembatan dengan mekanisme konsensus tersendiri. Hal ini membuat pengguna bisa melakukan transaksi pada sidechain tanpa memengaruhi kinerja blockchain utama. Alhasil, beban blockchain utama untuk melakukan validasi transaksi menjadi lebih ringan.

Cara kerja sidechain. Sumber: Horizen

Selain mempunyai mekanisme konsensus sendiri, sidechains juga bisa didesain untuk penggunanaan use-cases yang spesifik. Polygon merupakan salah satu contoh jaringan yang berhasil mengimplementasikan sidechain sebagai solusi skalabilitas. Namun, keamanan sidechain juga terpisah dan tidak memanfaatkan keamanan jaringan utama.

2. Rollups

Rollup adalah salah satu solusi skalabilitas Ethereum yang ‘menggulung’ (rolling up) sejumlah transaksi menjadi satu di layer 2 dan mengirimkannya kembali ke jaringan L1 (Ethereum). Dengan cara tersebut, rollup bisa mengurangi biaya transaksi, mempercepat finalisasi transaksi, sekaligus mengurangi beban jaringan Ethereum.

Cara kerja rollup.
Cara kerja rollup.

Melalui rollup, sekitar 2.000 transaksi dapat digabung menjadi satu batch. Alhasil, ukuran transaksi yang biasanya berukuran 112 bytes di Ethereum menjadi hanya 12 byte setelah di-rollup. Setelah transaksi digabungkan menjadi satu, validator akan mengirimkannya kembali ke Ethereum. Hal ini memindahkan komputasi berat dan penyimpanan data di L2. Maka dari itu, L2 jenis rollup menjadi pilihan bagi banyak proyek karena ia menawarkan biaya transaksi lebih murah namun tetap memanfaatkan keamanan Ethereum.

Baca artikel tentang Apa itu Layer-2 di Pintu Academy.

3. Zero Knowledge

Zero-Knowledge (ZK) adalah metode kriptografi canggih yang memungkinkan pembuktian bahwa suatu pihak mengetahui atau mempunyai informasi data tanpa harus mengungkapkan seluruh informasi sebagai buktinya. Penggunaan ZK dapat membantu blockchain meningkatkan aspek skalabilitas sembari tetap menjaga aspek keamanan.

Metode ZK memungkinkan transaksi diverifikasi tanpa harus mengungkapkan data sensitif di dalamnya. Teknologi ini juga memangkas waktu verifikasi transaksi karena jaringan hanya perlu memeriksa zero-knowledge proof (ZKP) tanpa harus memproses semua transaksi yang dibawanya. Saat ini, Ethereum menjadi tempat pengujian dan perkembangan berbagai teknologi ZK.

Saat ini, teknologi zero-knowledge dan ZKP masih sangat sulit diterapkan karena biayanya mahal. Polygon adalah salah satu blockchain yang getol mengembangkan sistem ZK proof dalam jaringannya. Selain itu, beberapa proyek crypto lain yang menerapkan teknologi ZK adalah StarkNet, StarkEx, dan zkSync.

Pelajari lebih lanjut soal apa itu ZK dan cara kerjanya melalui artikel berikut.

Kesimpulan

Blockchain mempunyai potensi untuk mengubah dunia dengan segala teknologinya. Namun, hal tersebut tidak akan pernah terwujud selama permasalahan skalabilitas belum teratasi. Pengguna akan enggan menggunakan blockchain jika proses transaksinya lambat ataupun mahal.

Adopsi massal baru akan tercapai ketika tim pengembang bisa menciptakan blockchain dengan skalabilitas yang tinggi. Untungnya, tim pengembang selalu berinovasi untuk hadirkan solusi mengatasi blockchain scalability. Dengan segala potensi yang ada, peluang terus meningkatknya skalabilitas blockchain masih terbuka lebar.

Beli Aset Crypto di Pintu

Tertarik berinvestasi pada aset crypto? Tenang saja, kamu bisa membeli berbagai aset crypto seperti BTC, ETH, SOL, dan yang lainnya tanpa harus khawatir adanya penipuan melalui Pintu. Selain itu, semua aset crypto yang ada di Pintu sudah melewati proses penilaian yang ketat dan mengedepankan prinsip kehati-hatian.

Aplikasi Pintu juga kompatibel dengan berbagai macam dompet digital populer seperti Metamask untuk memudahkan transaksimu. Ayo download aplikasi Pintu di Play Store dan App Store! Keamananmu terjamin karena Pintu diregulasi dan diawasi oleh Bappebti dan Kominfo.

Selain melakukan transaksi, di aplikasi Pintu, kamu juga bisa belajar crypto lebih lanjut melalui berbagai artikel Pintu Academy yang diperbarui setiap minggunya! Semua artikel Pintu Akademi dibuat untuk tujuan edukasi dan pengetahuan, bukan sebagai saran finansial.

Referensi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *