Kategori
Investasi Pemula

Menjawab Lima Kritik Terhadap Aset Crypto

Reading Time: 6 minutes

Hingga saat ini, aset crypto belum sepenuhnya diterima oleh sebagian investor dan masyarakat umum. Beberapa kritik terhadap aset crypto menjadi dasar sikap skeptis tersebut. Namun, dengan perkembangan massif industri crypto dalam lima tahun terakhir, apakah kritik-kritik tersebut masih relevan? Sebenarnya, apa sih yang menjadi kritik utama terhadap aset crypto? Artikel berikut akan membahas lima kritik utama terhadap aset crypto beserta jawaban dan penjelasan atas kritik tersebut.

Ringkasan Artikel

  • ❓Sebagai kelas aset investasi baru, terdapat beragam kritik terhadap aset crypto. Kritik tersebut merupakan hal yang wajar karena berangkat dari kekhawatiran atau ketidaktahuan.
  • 🙅‍♂️ Kritik utama terhadap aset crypto adalah tidak adanya regulasi, tidak punya use-case, skalabilitas yang rendah, layaknya perjudian, serta memiliki teknologi yang kompleks dan sulit dimengerti.
  • 🏁 Seiring dengan perkembangan industri crypto, sejumlah argumen menunjukkan bahwa banyak kritik tersebut kini kurang relevan atau sudah teratasi.

Menjawab Kritik Terhadap Aset Crypto

Kehadiran aset crypto sebagai kelas aset investasi baru belum sepenuhnya diterima oleh seluruh masyarakat. Baik dari kalangan investor profesional ataupun masyarakat umum, banyak yang mengkritik aset crypto sebagai aset investasi.

Beberapa kritik terhadap crypto meliputi tidak adanya regulasi, tidak mempunyai use-case, ataupun harganya yang terlalu volailte membuat berinvestasi crypto sama halnya dengan berjudi. Lalu, ada juga kritik yang menganggap crypto tidak mempunyai tingkat skalabilitas yang baik untuk memproses transaksi. Aset crypto juga dianggap mempunyai teknologi yang kompleks dan sulit untuk dimengerti.

Kritik terhadap aset crypto merupakan hal yang wajar dan dapat dipahami. Toh, beberapa kritik tersebut berasal dari kekhawatiran atau sekadar ketidaktahuan investor. Tapi apakah semua kritik tersebut benar? Berikut ini adalah jawaban dan penjelasan terhadap kritik-kritik tersebut.

1. Aset Crypto Tidak Teregulasi

Kritik bahwa aset crypto tidak teregulasi mungkin sangat tepat jika kita masih berada di medio 2015-2018. Namun, dalam lima tahun terakhir, kondisinya sudah sangat berbeda. Walaupun belum semua negara mempunyai regulasi terkait crypto, namun perlahan regulasi soal crypto sudah mulai terbentuk.

Pada 2019, badan Financial Action Task Force (FATF) yang menaungi 36 negara telah mengularkan standar untuk memerangi penggunaan aset crypto untuk kegiatan pencucian uang serta pendanaan teroris dan kriminal. Negara seperti Amerika Serikat (AS) juga telah mendorong aturan agar platform crypto harus didaftarkan layaknya perusahaan sekuritas, serta meluncurkan Crypto Regulatory Framework.

Sementara Uni Eropa juga telah mengeluarkan Markets in Crypto Assets (MiCA) yang berisikan mekanisme pengawasan, perlindungan konsumen dan ekosistem aset crypto dari manipulasi pasar dan kejahatan keuangan. Bahkan Indonesia telah memiliki regulasi resmi yang mengatur perdagangan aset crypto, hingga meluncurkan bursa kripto sebagai bentuk komitmen dukungan terhadap industri crypto.

Sikap berbagai negara yang mulai berencana mengatur atau bahkan sudah mempunyai aturan terkait perdagangan aset crypto memperlihatkan bahwa kritik ini sudah tidak lagi relevan.

Baru-baru ini, Hong Kong jadi negara yang mendukung industri crypto lewat regulasinya. Cari tahu dampak dan potensinya di sini.

2. Aset Crypto Tidak Punya Use-Case

Selain soal regulasi, kritik utama terhadap aset crypto adalah dianggap tidak memiliki use-case atau value nyata. Berbeda dengan saham yang mencerminkan kinerja perusahaan misalnya. Walaupun adopsinya belum massif dan menyebar, nyatanya aset crypto justru punya use-cases di beberapa negara berkembang.

Salah satu use-cases aset crypto ada di sektor remitansi (pengiriman uang dari luar ke dalam negeri) di negara seperti Meksiko, beberapa negara Amerika Latin, Nigeria, dan Filipina. Di Meksiko misalnya, Bitso, salah satu bursa aset crypto terbesar di Meksiko, telah memproses sekitar US$ 3,3 miliar remitansi dari AS ke Meksiko pada 2022.

Remitansi menjadi use case aset crypto
Jumlah transaksi remitansi menggunakan aset crypto di negara Amerika Latin. Sumber: Chainalysis.

Use-cases lainnya adalah aset crypto juga mulai digunakan untuk transaksi lintas negara. Hal ini karena ia tidak perlu melewati proses administrasi yang rumit, tak ada biaya tambahan, dan bisa diselesaikan secara cepat dalam hitungan menit.

Salah satu perusahaan kartu kredit terbesar di dunia, Visa, mulai memproses pembayaran menggunakan USDC di Ethereum dan Solana. PayPal juga melakukan hal yang sama, namun alih-alih hanya membuka pembayaran melalui aset crypto seperti Visa, PayPal langsung membuat stablecoin miliknya sendiri yaitu PYUSD.

Menganggap aset crypto tidak mempunyai use-cases adalah kritik yang tidak pada tempatnya. Dalam beberapa tahun terakhir, use-cases crypto semakin beragam. Bahkan, institusi besar pun sudah mulai mengadopsinya.

Jangan salah, dengan use-case yang ada saat ini, aset crypto berpotensi menjadi aset global.

3. Aset Crypto Tidak Mempunyai Skalabilitas

Blockchain yang tidak mempunyai tingkat skalabilitas memadai juga menjadi salah satu kritik terhadap aset crypto. Tak bisa dipungkiri, kritik ini merupakan kritik yang valid. Para tim pengembang belum menemukan solusi agar bisa meningkatkan skalabilitas blockchain menyamai kecepatan transaksi jaringan tersentralisasi.

Bitcoin sebagai aset crypto paling besar, hanya bisa memproses tujuh transaksi per detik. Ethereum sebagai jaringan terbesar kedua juga menghadapi hal yang sama. Bedanya, ia berhasil meningkatkan kecepatan transaksinya berkat pembaruan Shapella. Tapi tetap saja, Ethereum masih menghadapi permasalahan transaksi yang melambat dan biaya meningkat ketika jaringan tengah padat.

TPS yang rendah menjadi kritik utama terhadap crypto
Final roadmap ETH menargetkan bisa meningkatkan TPS menjadi 100.000 per detik. Sumber: Kaiko

Kehadiran teknologi layer-2 (L2) jadi solusi terbaru memecahkan masalah skabalitas di blockchain. Kecepatan transaksinya bisa 10-20x lipat dari Ethereum dengan biaya yang jauh lebih rendah. L2 masih menjadi solusi terbaik yang bisa ditawarkan industri crypto untuk mengatasi masalah skalabilitas.

Sejauh ini, industri blockchain terus berusaha menghadirkan solusi dan inovasi baru untuk mengatasi masalah skalabilitas. Hasilnya memang masih jauh jika dibandingkan dengan jeringan tersentralisasi. Tapi, sebagai teknologi yang masih baru, serta memperhitungkan perkembangan teknologi ke depan, sangat mungkin bagi blockchain untuk terus berevolusi hingga akhirnya bisa menjawab kritik terkait skabalitas tersebut.

Permasalahan skalabilitas pada jaringan blockchain tidak terlepas dari trilema blockchain. Cari tahu penjelasannya di artikel berikut.

4. Aset Crypto Terlalu Kompleks untuk Dimengerti

Bagi kebanyakan orang, aset crypto diangggap memiliki teknologi yang terlalu canggih, menjadikan cara kerjanya kompleks dan sulit untuk dimengerti. Mengenai kritik ini, sebenarnya banyak teknologi lain yang kita gunakan, tapi kita juga tidak memahami teknis cara kerjanya. Sebagai contoh, kebanyakan dari kita tidak akan mengerti teknologi dan cara kerja di balik pengiriman uang lintas negara (SWIFT), tapi toh tetap kita lakukan.

Pada dasarnya, pengguna tidak perlu mengetahui dan memahami apa yang terjadi di belakang layar sebuah teknologi secara detail. Bagi pengguna, yang terpenting mereka bisa dan dapat memercayai teknologi tersebut.

Sama halnya dengan crypto. Cukup memahami bagaimana cara kerjanya secara umum, dan solusi apa yang coba dihadirkan oleh teknologi tersebut. Apalagi, kini platform exchange crypto juga mempunyai konten edukasi, seperti Pintu Academy, untuk memudahkan pengguna untuk belajar soal crypto, fundamental, dan cara kerjanya. Adanya konten edukasi tersebut memperlihatkan prinsip dan dasar dari aset crypto tidaklah terlalu sulit untuk dipahami.

Pelajari semua artikel edukatif yang bisa membantumu mempelajari soal aset crypto di Pintu Academy.

5. Investasi Aset Crypto Layaknya Berjudi

Asumsi bahwa berinvestasi pada aset crypto sama halnya dengan berjudi adalah kritik yang merendahkan. Memang, tak sedikit aset yang pergerakan harganya hanya didorong oleh spekulasi. Padahal, pergerakan harga kelas aset lain juga bisa dipengaruhi faktor spekulasi. Tapi menganggapnya sebagai perjudian, seolah mengabaikan aset lain yang mempunyai value dan use-cases.

Ambil contoh pada aset crypto yang mendorong tokenisasi sebuah aset, bisa karya seni digital (NFT) atau Real World Asset (RWA). Keduanya mempunyai premis berupa penyederhanaan sekaligus membuka pasar untuk aset kelas arus utama. Hal tersebut tentunya mempunyai potensi untuk yang sukses secara jangka panjang.

Kritik crypto tanpa use-case dapat dibantah dengan potensi RWA
Laporan dari BCG, tokenisasi RWA diprediksi dapat mencapai 16 triliun dollar AS pada 2030. Sumber: BCG Report

Sekalipun token shitcoin dan memecoin dianggap sebagai perjudian, toh harganya dipengaruhi oleh kondisi pasokan dan permintaan. Artinya ada variabel yang bisa diukur, bukan sekadar membeli dan berharap harganya tiba-tiba naik. Jika membeli aset crypto karena yakin terhadap prospek dan potensinya secara jangka panjang, tidak adil menganggapnya sebagai perjudian. Toh berinvestasi pada kelas aset lain juga menggunakan prinsip yang sama.

Pelajari konsep RWA yang membawa konsep tokenisasi aset pad dunia nyata melalui artikel berikut.

Kesimpulan

Kritik terhadap aset crypto sebagai kelas investasi baru merupakan hal yang wajar dan seringkali berasal dari kekhawatiran atau ketidaktahuan. Namun, seiring dengan perkembangan industri crypto, sejumlah argumen menunjukkan bahwa banyak kritik ini kini kurang relevan atau sudah diatasi. Pertama, regulasi aset crypto semakin meningkat di berbagai negara, meredam kekhawatiran tentang legalitas dan keamanan. Kedua, aset crypto kini memiliki berbagai use-cases yang nyata, terutama di negara berkembang dan dalam transaksi lintas negara.

Ketiga, meskipun masalah skalabilitas memang ada, perkembangan teknologi, seperti layer-2, menawarkan solusi yang menjanjikan. Keempat, menganggap investasi kripto sebagai perjudian mengabaikan potensi nyata dan nilai intrinsik dari berbagai jenis aset crypto. Kelima, meskipun teknologinya dianggap kompleks, edukasi yang semakin mudah diakses membuat aset crypto lebih mudah dipahami oleh masyarakat umum. Dengan perkembangan ini, aset crypto semakin mengukuhkan diri sebagai kelas aset yang layak untuk dipertimbangkan, meskipun tetap ada risiko dan tantangan yang harus dihadapi.

Beli Aset Crypto di Pintu

Tertarik berinvestasi pada aset crypto? Tenang saja, kamu bisa membeli berbagai aset crypto seperti BTC, ETH, SOL, dan yang lainnya tanpa harus khawatir adanya penipuan melalui Pintu. Selain itu, semua aset crypto yang ada di Pintu sudah melewati proses penilaian yang ketat dan mengedepankan prinsip kehati-hatian.

Aplikasi Pintu juga kompatibel dengan berbagai macam dompet digital populer seperti Metamask untuk memudahkan transaksimu. Ayo download aplikasi Pintu di Play Store dan App Store! Keamananmu terjamin karena Pintu diregulasi dan diawasi oleh Bappebti dan Kominfo.

Selain melakukan transaksi, di aplikasi Pintu, kamu juga bisa belajar crypto lebih lanjut melalui berbagai artikel Pintu Academy yang diperbarui setiap minggunya! Semua artikel Pintu Akademi dibuat untuk tujuan edukasi dan pengetahuan, bukan sebagai saran finansial.

Referensi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *