Aset crypto sudah mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pengguna crypto tersebar di puluhan negara di dunia dengan angka pengguna yang terus meningkat setiap tahunnya. Meskipun 2022 merupakan bear market, adopsi industri crypto terus meningkat, terutama di negara-negara berkembang. Negara-negara di Asia seperti UAE, Singapura, dan Thailand mendominasi statistik pertumbuhan pengguna crypto. Tren ini memunculkan pertanyaan, apakah Asia akan menjadi crypto hub selanjutnya? Atau bahkan bull market selanjutnya akan dimulai dari pasar crypto Asia? Kita akan mencari jawabannya dengan melihat berbagai statistik tentang pasar Asia.
Ringkasan Artikel
- 🇺🇸 Amerika Serikat memiliki peran penting dalam lanskap industri crypto global. Ia merupakan rumah bagi banyak proyek besar dan memiliki volume transaksi CEX terbesar di dunia. Namun, beberapa tahun terakhir pemerintah AS semakin bersikap anti-kripto. Sentimen negatif ini mulai berdampak terhadap industri.
- 🌐 Dalam berbagai metriks pertumbuhan, Benua Asia menunjukkan angka yang positif. Pada tahun 2023 pemilik aset kripto di Asia diprediksikan bertumbuh 2 kali lipat. Sembilan dari 20 negara dengan adopsi crypto tertinggi berasal dari Asia.
- 🕋 Timur Tengah mengalami pertumbuhan adopsi crypto yang cukup tinggi pada 2022. Kota-kota di UEA, Kuwait, Iran, dan Saudi masuk ke daftar kota ramah kripto. Sementara itu, pertumbuhan adopsi crypto di Turki, Mesir, dan Maroko termasuk sangat tinggi.
- 💹 Aktivitas pengguna crypto di China masih tetap tinggi meskipun ada pelarangan. Di sisi lain, Hong Kong mulai mencoba membuka kembali pintunya untuk aktivitas crypto. China, Jepang dan Korea Selatan menyumbang angka transaksi yang paling tinggi di wilayah Asia.
- ⚙️ Di Asia Tenggara, Vietnam dan Thailand memiliki statistik pertumbuhan adopsi crypto di dunia. Aktivitas crypto di negara-negara Asia Tenggara didonimasi oleh sektor NFT dan GameFi. Di wilayah Asia Tenggara, sudah ada lebih dari 600 perusahaan crypto dan blockchain. Regulasi jelas dan positif dari negara-negara ini mendorong pertumbuhan industri crypto yang didominasi oleh anak muda yang fasih teknologi.
Lanskap Industri Crypto Global
Tahun 2022 merupakan tahun yang berat untuk industri crypto. Bear market menjatuhkan harga Bitcoin lebih dari 50% dan melakukan hal yang sama terhadap angka total kapitalisasi pasar industri crypto. Meskipun begitu, berbagai statistik global tentang aset crypto menunjukkan sinyal positif.
Berdasarkan Huobi, jumlah pemilik aset crypto pada tahun 2022 adalah 320 juta orang. Ini merupakan peningkatan sekitar 9% dibanding bull market 2021. Jadi, industri crypto berhasil mempertahankan mayoritas penggunanya meskipun kondisi pasar yang sangat lemah di 2022. Dari angka di atas, 40% berasal dari benua Asia yaitu sekitar 120 juta orang.
Lebih lanjut lagi, riset TripleA memperkirakan bahwa pada tahun 2023 akan ada lebih dari 420 juta pengguna crypto di seluruh dunia. TripleA juga memperkirakan Asia akan mendominasi jumlah pemilik aset crypto dengan total 260 juta orang, 2 kali lipat dari angka tahun 2022. Angka ini sejalan dengan benua Asia yang merupakan rumah untuk negara-negara seperti India, Indonesia, dan China yang memiliki populasi terbanyak di dunia. Ini menunjukkan kekuatan dan potensi pasar crypto Asia.
Data TripleA juga menunjukkan bahwa Amerika Utara masih berkontribusi besar terhadap angka pengguna crypto dunia. Meskipun angkanya jauh dari Asia, negara AS dan Kanada merupakan pusat perusahaan fintech adidaya di dunia, termasuk bagi industri crypto. Banyak proyek crypto beroperasi dari AS dan memiliki komunitas yang besar di sana.
Data aliran aktivitas crypto memberikan gambaran berbeda. Aktivitas CEX (bursa pertukaran terpusat) didominasi oleh AS yang memberikan kontribusi terbesar pada tahun 2022. Korea Selatan, Rusia, dan Turki berada di urutan selanjutnya dengan komunitas pengguna crypto-nya yang sangat aktif. AS juga memimpin dalam angka pengguna DeFi dengan porsi aliran aktivitas lebih dari 30%. Brazil, Inggris, Jerman, dan Prancis ikut menyumbang porsi besar dalam aktivitas DeFi.
Brazil merupakan negara dengan salah satu kebijakan crypto paling progresif. Banyak institusi pemerintah dan swasta di Brazil yang sudah menawarkan produk crypto ke masyarakat luas.
Namun, tahun 2022 juga membawa kekhawatiran baru dari AS sehubungan dengan regulasi di industri ini. Beberapa politisi besar di AS terkenal memiliki sentimen anti-kripto dan ketidakjelasan regulasi crypto di AS juga mulai memiliki dampak jelas pada industri ini.
Sentimen Anti-Kripto dan Ketidakjelasan Regulasi di AS
Komisi Bursa dan Sekuritas AS (SEC) menutup paksa jasa staking yang diberikan oleh Kraken dan Gemini. Pasca kejadian ini, Brian Armstrong (Coinbase) menjelaskan bahwa ketidakjelasan regulasi dan sentimen anti-kripto mulai membahayakan posisi AS sebagai pusat perkembangan crypto. SEC menganggap staking pada CEX ilegal karena masuk dalam kategori sekuritas. Tidak hanya itu, Gary Gensler, ketua SEC, menjelaskan bahwa semua aset crypto selain Bitcoin merupakan sekuritas, sehingga membuatnya ilegal. Ini adalah alasan utama kenapa SEC menuntut proyek crypto seperti Ripple Labs dan LBRY.
Regulasi AS memiliki aturan ketat terkait sekuritas karena hanya entitas tertentu yang boleh membuatnya. Aset crypto masuk ke dalam kategori komoditas. Banyak pihak menganggap bahwa tindakan SEC terkait crypto memiliki motif politik.
Lebih lanjut lagi, politisi di dewan legislatif AS juga memiliki sentimen anti-kripto yang ekstrim. Di Dewan Legislatif AS, Senator Elizabeth Warren merupakan sosok terdepan gerakan anti-kripto. Warren sering menyebutkan bahwa aset crypto adalah alat untuk teroris, geng narkoba, dan negara yang ingin mencuci uang. Ia membuat “Digital Asset Anti-Money Laundering Act“yang pada dasarnya mengekang banyak aktivitas crypto di AS.
Kembali ke pendapat Brian, AS merupakan pemain besar di industri crypto. Ia merupakan rumah bagi banyak pemilik crypto, pengembang berbakat, dan berbagai proyek crypto. Apabila pemerintah AS bersikeras menghukum berbagai proyek crypto, ini dapat memiliki implikasi signifikan terhadap lanskap industri crypto global dan berpotensi menggeser dominasi pasar AS.
Organisasi Uni Eropa melakukan pendekatan yang berbeda. Alih-alih menghukum proyek crypto yang tidak sesuai dengan peraturan sekarang, Uni Eropa justru ingin membuat regulasi yang memperjelas syarat operasional aset crypto. Inggris dan Switzerland juga melakukan kebijakan yang sama.
Kenapa Asia Bisa Menjadi Pusat Perdagangan Crypto?
9 dari 20 negara dalam indeks adopsi crypto tahun 2022 berasal dari Benua Asia. Laporan yang dibuat Chainalysis ini menghitung aktivitas individu retail yang menggunakan crypto baik itu CEX mau pun DeFi. Selain itu, terdapat enam negara Asia pada 10 posisi teratas. Tahun ini merupakan tahun kedua Vietnam berada pada posisi satu. AS dan Inggris merupakan satu-satunya perwakilan negara maju yang masuk ke daftar ini. Terakhir, China akhirnya kembali masuk ke posisi 10 besar.
Data Chainalysis menunjukkan data menarik terkait angka adopsi dan perekenomian negara. Daftar adopsi crypto didominasi oleh negara-negara berkembang terutama negara berpenghasilan menengah ke bawah. Berikut perhitungannya:
- Negara penghasilan menengah ke bawah: Vietnam, Filipina, Ukraina, India, Pakistan, Nigeria, Maroko, Nepal, Kenya, dan Indonesia.
- Penghasilan menengah ke atas: Brazil, Thailand, Russia, China, Turki, Argentina, Kolombia, dan Ekuador.
- Negara penghasilan tinggi: Amerika Serikat dan Britania Raya.
Data dari Chainalysis dan riset lainnya menunjukkan satu hal: pasar crypto Asia memiliki potensi besar. Angka adopsi crypto, jumlah pengguna, dan tingkat aktivitas pengguna di Asia mendukung argumen bahwa pasar Asia berpotensi mendominasi pasar crypto global. Berikut adalah beberapa alasan mengapa Asia bisa menjadi pusat industri crypto dunia.
Cameron Winklevoss, CEO Gemini, berkata: "Tesis saya saat ini adalah bahwa bull run berikutnya akan dimulai di Timur (Asia). Ini akan menjadi pengingat (bagi kita) bahwa kripto adalah aset global dan bahwa Barat, terutama AS, selalu hanya memiliki dua pilihan: merangkulnya atau ditinggalkan."
1. Timur Tengah Membuka Diri Terhadap Industri Crypto
Pada tahun 2022, wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) hanya menyumbang 9% pada volume transaksi crypto global. Akan tetapi, sebenarnya pertumbuhan volume transaksi pasar Timur Tengah sangat besar dibandingkan wilayah lain, yaitu sebesar 48%. Turki, Maroko, dan Mesir juga berhasil menempati posisi 12, 14, dan 24 dalam daftar adopsi crypto Chainalysis.
Dari ketiga negara tersebut, Mesir mengalami peningkatan volume transaksi sebesar 221% dari 2021 ke 2022. Sementara itu, Maroko baru saja memperjelas regulasi industri crypto dan hal tersebut mendorong pertumbuhan signifikan pada 2022.
Pertumbuhan pesat industri crypto Mesir berkaitan erat dengan aktivitas sektor remitansi yang tinggi. Bank Sentral Mesir juga sedang membangun rencana integrasi aset crypto dalam pengiriman dan penerimaan remitansi.
Recap merilis laporan tentang indeks kota ramah crypto yang mengukur keramahan kota terhadap komunitas dan aktivitas crypto. Kota bisnis UEA, Dubai, menempati posisi kedua dalam indeks kota ramah crypto. Ibukota Kuwait, Kuwait City juga masuk ke daftar tersebut, diikuti oleh Tehran (Iran) serta Riydah dan Jeddah (Saudi Arabia) di posisi 22 dan 25. Dubai sudah menjadi destinasi banyak CEX besar yang ingin masuk ke daerah Timur Tengah. Sampai saat ini, Binance, Huobi, Coinbase, dan Kraken sudah mendapatkan izin beroperasi di Dubai.
Negara seperti Saudi dan UEA sudah menjadi salah satu pusat perekonomian di Timur Tengah. Dengan kebijakan crypto yang positif, masa depan industri crypto di negara- negara Timur Tengah terlihat cukup baik.
2. Aktivitas Crypto di China yang Tinggi Meski Ada Larangan
Pada akhir September 2021, pemerintah China melarang semua transaksi aset crypto. Indeks adopsi crypto 2022 menempatkan China pada posisi ke-10. Jadi, meskipun pemerintah melarang semua aktivitas crypto, masih banyak orang menggunakannya. Di wilayah Asia Timur yang menyumbang 12,9% dari transaksi crypto global, China masih menempati puncak volume transaksi.
Sebelum pelarangan crypto oleh pemerintah, China memiliki basis miner Bitcoin terbesar ke-2 di dunia karena biaya listriknya yang murah.
Aktivitas pengguna kripto di China mencapai lebih dari $200 miliar dolar. Ini melebihi angka di Korea Selatan dan Jepang yang resmi memperbolehkan perdagangan aset kripto. Ini menunjukkan tidak efektifnya pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah tidak menegakkan peraturan tersebut. Meskipun begitu, aktivitas crypto di China berkurang 31% dibanding angka 2020-2021 sebelum adanya pelarangan.
Dengan Hong Kong yang akan membuka diri, akan datang waktu di mana China harus berpikir ulang untuk menutup atau mulai membuka kembali industri crypto-nya.
3. Kejelasan Regulasi Hong Kong dan Kondisi Jepang-Korea Selatan
Pada akhir Desember 2022, Hong Kong meresmikan peraturan lisensi untuk penyedia jasa virtual aset (seperti CEX). Hong Kong juga sudah mendaftarkan Bitcoin dan Ethereum dalam Exchange-Traded Fund (ETF). Selanjutnya, pemerintah menyebutkan bahwa berbagai aset crypto besar lainnya akan bisa diperdagangkan oleh retail di CEX yang mendapat lisensi. Pemerintah Hong Kong sedang merencanakan draf peraturan terkait aset crypto dan terbuka menerima saran sampai 31 Maret 2023. Regulasi baru ini akan secara resmi di diterapkan di Hong Kong pada 1 Juni 2023.
Korea Selatan menyumbang aktivitas CEX paling besar di wilayah Asia Timur. Di media sosial seperti Twitter, banyak akun crypto dari Korsel yang sangat aktif. Jepang di sisi lain menyumbang aktivitas DeFi yang cukup besar, hampir dua kali lipat dari Korea Selatan. Aktivitas ini datang dari banyak orang Jepang yang sering menggunakan DEX seperti Uniswap. Selain itu, banyak orang di Jepang menggemari NFT. Data kota ramah crypto juga menempatkan Sapporo dan Osaka dalam posisi 13 dan 19 di dunia.
Beberapa laporan menyebutkan angka properti yang semakin mahal dan tingkat pengangguran yang meningkat membuat banyak anak muda untuk memilih crypto sebagai aset investasi alternatif. Data dari Huobi juga menunjukkan bahwa 1 dari 5 anak muda di Korea Selatan berinvestasi di Bitcoin. Data-data di atas menunjukkan bahwa Jepang dan Korea Selatan memiliki basis investor retail yang kuat.
4. Singapura Sebagai Pusat Crypto Asia Tenggara
Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah Singapura selalu menjelaskan bahwa Singapura ingin menjadi crypto hub di Asia Tenggara. Singapura ingin menarik banyak proyek dan pengembang yang bisa mendorong inovasi. Maka dari itu, pemerintah lebih fokus menjelajahi potensi kegunaan blockchain dan crypto, terutama dalam sektor keuangan tradisional. Lebih lanjut lagi, pemerintah Singapura tidak mendukung crypto sebagai aset trading dan spekulasi. Sikap ini muncul pasca kejadian Terra dan FTX yang menghancurkan banyak investor retail.
Meskipun ada batasan-batasan yang diterapkan, Singapura berhasil menjadi kota ramah crypto ke-4 di dunia. Singapura juga berhasil menjadi negara penyumbang volume transaksi ke-5 di wilayah Asia Tenggara dan Oseania.
Dengan kebijakan pemerintahan yang positif dan basis investor crypto yang kuat, Singapura akan menjadi salah satu pusat crypto di wilayah Asia Tenggara.
5. Negara-Negara Asia Tenggara Memimpin dalam Adopsi Crypto
Asia Tenggara berhasil mendominasi berbagai data crypto. Empat negara dari Asia Tenggara masuk ke 20 besar indeks adopsi crypto global. Vietnam dan Thailand bahkan berhasil menempati posisi 1 dan 2 pada indeks tersebut. Keberadaan empat negara dari Asia Tenggara ini bukanlah sebuah kebetulan. Berdasarkan riset TripleA, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan Thailand juga masuk ke 10 besar negara dengan kepemilikan crypto tertinggi di dunia. Riset White Star Capital pada 2022 juga menunjukkan ada lebih dari 600 kantor perusahaan blockchain dan crypto di Asia Tenggara.
Dengan demografi yang terdiri dari 34% anak muda, Asia Tenggara menjadi tempat yang cocok untuk perkembangan industri crypto. Meskipun infrastruktur crypto dan blockchain masih terpusat di Eropa dan AS, Asia Tenggara memiliki generasi anak muda yang fasih dalam teknologi dan aspek finansial crypto menjadi sangat menarik.
Hal menarik lainnya dari Asia Tenggara adalah dominasi sektor NFT dan GameFi. 58% dari aktivitas internet yang berkaitan dengan crypto di Asia Tenggara merupakan tentang NFT. Sementara itu, 21% lainnya berkaitan dengan gim play-to-earn. Kedua sektor tersebut saling berkaitan karena game seperti Axie Infinity dan STEPN memiliki aspek NFT. Aktivitas negara seperti Thailand, Vietnam, dan Filipina kemungkinan besar berkaitan dengan game seperti Axie Infinity.
Di Indonesia, terdapat 16,55 juta pemilik aset crypto di tahun 2022, naik 48,7% dibanding pada 2021. Layaknya Filipina dan Thailand, mayoritas aktivitas internet crypto di Indonesia juga berkaitan dengan NFT. Pemerintah Indonesia juga mulai menganggap serius industri crypto dan memiliki regulasi yang cukup jelas. Saat ini, sudah ada 28 CEX yang mendapat lisensi untuk beroperasi di Indonesia. Edukasi tentang crypto juga terus dilakukan untuk melindungi investor retail.
Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah dengan potensi pertumbuhan crypto paling tinggi dibanding wilayah lain. Seperti pada gambar di atas, negara-negara di Asia Tenggara juga secara umum mendukung perkembangan industri crypto. Dengan sumbangan 15,8% terhadap volume transaksi crypto global dan investor anak muda yang banyak, wilayah Asia Tenggara memiliki potensi melimpah.
Beberapa Proyek Crypto Berbasis di Asia
- Polygon (MATIC): Polygon adalah proyek layer-2 Ethereum yang dibuat pada tahun 2017 oleh sekelompok pengembang dari India. MATIC memiliki kapitalisasi pasar senilai $9,2 miliar.
- Axie Infinity (AXS): Axie Infinity adalah proyek GameFi crypto yang dibuat pada 2018 dan berbasis di Vietnam. AXS memiliki kapitilasisi pasar senilai $854 juta.
- TRON (TRX): Tron adalah proyek layer-1 yang dibuat pada tahun 2017 dan berbasis di Singapura. TRX memiliki kapitalisasi pasar senilai $5,2 miliar.
- Sandbox (SAND): Sandbox adalah proyek metaverse crypto yang berbasis di Hong Kong. SAND memiliki kapitalisasi pasar senilai $815 juta.
Membeli Crypto di Pintu
Setelah mengetahui tentang potensi pasar crypto Asia, kamu bisa mulai berinvestasi kripto di aplikasi Pintu. Berikut cara membeli aset kripto pada aplikasi Pintu:
- Buat akun Pintu dan ikuti proses verifikasi identitasmu untuk mulai trading.
- Pada homepage, klik tombol deposit dan isi saldo Pintu menggunakan metode pembayaran pilihanmu.
- Buka halaman market dan cari token favoritmu.
- Klik beli dan isi nominal yang kamu mau.
- Sekarang kamu sudah mempunyai aset kripto!
Kamu bisa membeli berbagai aset crypto seperti BTC, ETH, SOL, dan yang lainnya tanpa harus khawatir adanya penipuan. Selain itu, semua aset crypto yang ada di Pintu sudah melewati proses penilaian yang ketat dan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Aplikasi Pintu kompatibel dengan berbagai macam dompet digital populer seperti Metamask untuk memudahkan transaksimu.
Ayo download aplikasi cryptocurrency Pintu di Play Store dan App Store! Keamananmu terjamin karena Pintu diregulasi dan diawasi oleh Bappebti dan Kominfo.
Selain melakukan transaksi, di aplikasi Pintu, kamu juga bisa belajar crypto lebih lanjut melalui berbagai artikel Pintu Academy yang diperbarui setiap minggunya! Semua artikel Pintu Akademi dibuat untuk tujuan edukasi dan pengetahuan, bukan sebagai saran finansial.
Referensi
- Chainalysis, 2022 Global Cryptocurrency Adoption Index, Chainalysis, diakses pada 8 Maret 2023.
- TripleA, Global Cryptocurrency Ownership Data 2023, TripleA, diakses pada 8 Maret 2023.
- Huobi Research, Global Crypto Industry Overview and Trends[2022–2023 Annual Report](First Part), Huobi, diakses pada 9 Maret 2023.
- Dan Howitt, The Rise of Crypto Hubs: Which Cities are Leading the way in Cryptocurrency Adoption?, Recap, diakses pada 10 Maret 2023.
- Rita Lao, In Southeast Asia, a booming crypto scene, Tech Crunch, diakses pada 10 Maret 2023.