Keberadaan siklus dalam pasar finansial merupakan sesuatu yang sudah menjadi rahasia umum. Prinsip dasarnya adalah, sesuatu yang mengalami kenaikan akan mengalami penurunan, begitupun sebaliknya. Hal ini dikarenakan investor akan melakukan akumulasi beli ketika harga sedang murah sehingga harga akan naik. Lalu, akan melakukan aksi jual ketika harga sudah mahal yang menyebabkan harganya turun.
Siklus tersebut juga ada di industri crypto yang bisa dilihat dari pergerakan Bitcoin. Setidaknya, Bitcoin pernah mengalami siklus bull run dan bear run sebanyak tiga kali sejak 2009 silam hingga akhir 2022 kemarin. Setelah tertekan sepanjang 2022, bermunculan asumsi bahwa Bitcoin bersiap menjalani siklus bull run keempat di tahun ini. Simak pembahasan lebih lanjutnya melalui artikel berikut.
Ringkasan Artikel
- ♻️ Dalam siklus pergerakan harga aset crypto terdapat fase bull run, bear run, dan kemudian fase konsolidasi.
- 🚨 Level MA 200 minggu yang berada di US$ 25.000 merupakan titik resistensi terkuat BTC saat ini. Jika terlewati, artinya BTC sudah melewati titik bottom dan bersiap menyambut bull run berikutnya.
- 📈 Diperlukan sentimen positif yang kuat agar bull run BTC pada siklus keempat bisa terjadi. Beberapa sentimen yang mungkin mendorong kenaikan BTC adalah periode halving, adopsi Bitcoin sebagai instrumen mainstream, regulasi, kejelasan ETF Bitcoin, dan pertumbuhan investor.
- 🪤 Namun, investor tetap harus mewaspadai kemungkinan adanya bull trap saat terjadi rally penguatan harga.
Siklus Bull Run Bitcoin
Merujuk dari data historis, Bitcoin dan aset crypto mempunyai sebuah siklus, yakni bull market–bear market (bottom)-consolidation (sideways). Jika melihat ke belakang, industri crypto setidaknya telah mengalami periode siklus tersebut sebanyak tiga kali.
Pada periode bull run, nilai Bitcoin mengalami lonjakan yang sangat signifikan. Secara historis, periode bull run terjadi berbarengan dengan siklus halving Bitcoin. Berikut ini adalah susunan timeline terjadinya periode bull run Bitcoin dan beragam aset crypto lainnya:
Siklus Pertama (2012-2014)
Pada periode ini, tepatnya di 2013, harga BTC mengalami kenaikan hingga 10x lipat, yakni dari US$ 100 menjadi US$ 1.000. Kenaikan harga BTC ini merupakan periode bull run pertama dalam industri crypto. Tak hanya itu, kapitalisasi pasar crypto juga naik 160x lipat, dari US$ 75 juta menjadi US$ 12 miliar dalam kurun waktu dua tahun.
Penyebab Terjadinya Bull Run | Penyebab Terjadinya Bear Run |
Kenaikan popularitas BTC | Pemerintah China melarang perusahaan finansial fasilitasi transaksi BTC |
Kenaikan transaksi di exchange | Bermunculannya berita dan sentimen negatif (Fear Uncertainty and Doubt) |
Meningkatnya permintaan BTC dari China |
Namun, pasca menembus level US$ 1.000, tak berapa lama harga BTC langsung masuk ke periode bear run. Pada periode bear run di siklus yang pertama, BTC terus turun hingga kembali ke kisaran US$ 200.
Baca juga penjelasan lebih lanjut soal bull dan bear market lewat artikel berikut.
Siklus Kedua (2016-2018)
Selepas 2014, harga BTC bergerak sideways dan berada pada rentang US$ 200 – US$ 500 hingga tahun 2016. Memasuki akhir 2016, barulah harga BTC berada dalam tren positif dan terus merangkak ke area US$ 1.000. Setelah menembus level tertinggi pada siklus pertama yang lalu, harga BTC terus meroket hingga mencapai US$ 19.000. Tak pelak, periode ini menjadi periode bull run Bitcoin yang kedua.
Penyebab Terjadinya Bull Run | Penyebab Terjadinya Bear Run |
Semakin banyaknya keberadaan exchange crypto dan munculnya fitur leverage | Adanya peretasan pada exchange asal Jepang, Coincheck yang menyebabkan kerugian hingga US$ 530 juta |
Kemuculan 966 token baru lewat initial coin offering (ICO) dengan nilai US$ 10 miliar sepanjang 2017 | Facebook dan Google larang iklan ICO dan penjualan token di platform mereka |
Adopsi dan implementasi stablecoin, serta semakin berkembangnya Ethereum beserta smart contract-nya | US Securities and Exchange Commission (SEC) yang menolak pendaftaran Exchange Traded Funds (ETF) BTC. |
Namun, sama halnya dengan siklus pertama, setelah mencapai level US$ 19.000, harga BTC kembali masuk ke periode bear run. Sepanjang 2018 harga BTC terus jatuh hingga kembali ke area US$ 3.000 – US$ 5.000. Periode bear run kali ini memunculkan istilah crypto winter di mana ketertarikan terhadap aset crypto terjun bebas.
Siklus Ketiga (2020-2022)
Pasca mengalami bear run, harga BTC kemudian memasuki periode konsolidasi sepanjang 2018-2020. Sebenarnya, pada fase konsolidasi tersebut industri crypto justru terus berkembang. Berbagai proyek Decentralized Finance (DeFi), Non-Fungible Token (NFT), serta GameFi mulai bermunculan dan terus dikembangkan.
Setelah berada dalam fase konsolidasi pada 2019-2020, harga Bitcoin terus mengalami penguatan. Harga Bitcoin pun meroket dari US$ 13.000 menjadi US$ 69.045. Level tersebut sekaligus menjadi level tertinggi Bitcoin sepanjang masa.
Penyebab Terjadinya Bull Run | Penyebab Terjadinya Bear Run |
Beragam proyek DeFi mulai diakui berkat teknologi dan inovasi yang ditawarkan dibarengi dengan bisnis model yang jelas | Memburuknya kondisi makroekonomi seperti meroketnya inflasi |
Industri NFT dan GameFi meledak, dibarengi semakin tingginya partisipasi investor ritel | Kebijakan moneter bank sentral yang agresif memicu investor menghindari aset berisiko seperti Bitcoin |
Investor institusional serta institusi finansial tradisional juga mulai menjadikan Bitcoin sebagai aset investasi | Permasalahan di industri crypto seperti kejatuhan LUNA hingga kebangkrutan Celcius, 3AC, dan FTX |
Imbas dari permasalahan makroekonomi dan industri crypto, alhasil harga Bitcoin kembali tersungkur dan mengalami bear run. Penurunan terus berlanjut hingga Bitcoin mencapai level terendahnya di area US$ 15.195 pada 22 November 2022.
Penasaran dengan industri DeFi dan tertarik menggunakannya? Baca cara melakukannya di artikel berikut
Apakah Bottom Sudah Tersentuh?
Setelah terjun ke area US$ 15.195 pada November 2022, harga BTC seolah berjalan di tempat. BTC mengakhiri tahun 2022 di level US$ 16.569. Namun, mengawali tahun 2023, harga berada dalam tren positif dan mulai bergerak naik. Saat artikel ini ditulis, harga BTC berada di US$ 23.212, naik 28,62% dari akhir tahun 2022. Dengan penguatan tersebut, apakah BTC telah mencapai level bottom-nya dan mengakhiri periode bear run?
Jika dilihat dari indikator teknikal, analisis tim trader Pintu memperlihatkan MA 200 minggu yang berada di US$ 25.000 merupakan rintangan terbesar bagi harga BTC. Secara historis, titik ini merupakan level support yang kini berubah menjadi resistansi terkuat. Jika BTC mampu breakout dari titik tersebut, maka kita akan mendapatkan konfirmasi bahwa bottom sudah terlewati dan siap untuk bull run berikutnya. Adapun, titik support BTC saat ini ada di US$ 22.500 dan US$ 20.000. Sementara titik resistensi BTC ada di US$ 24.000 dan US$ 25.000.
Breakout adalah kondisi di mana pergerakan harga suatu aset berhasil menembus titik resistensi dan berlanjut bergerak ke atas hingga mencapai titik resistensi selanjutnya.
Selain indikator teknikal, mari kita lihat beberapa indikator di bawah ini untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut:
- Market Value to Realized Value (MVRM). Indikator MVRV digunakan untuk menghitung rasio antara valuasi sebenarnya dengan valuasi terealisasi. Jika nilai MVRV lebih besar dari dua, maka aset sedang overvalued. Jika MVRV berada di rentang 0-1, maka aset sedang undervalued. Jika melihat chart di bawah, terlihat MVRV ratio sudah bergerak di atas level 1, tapatnya di 1,18. Ini merupakan pertama kalinya MVRV breakout di atas level 1 sejak 200 hari yang lalu. Dengan demikian Bitcoin sudah tidak lagi menyandang status undervalued.
- Net Unrealized Profit and Loss (NUPL). NUPL merupakan indikator yang memperlihatkan tingkat keuntungan dan kerugian pemegang aset. Jika NUPL berada di bawah 0, maka lebih banyak pemegang aset yang sedang merugi. Jika NUPL di atas 0, maka lebih banyak pemegang aset yang sedang untung. NUPL Bitcoin terpantau berada di angka 0,18. Dengan demikian, kebanyakan pemegang BTC sudah tidak lagi berada di posisi merugi.
Kamu bisa mengetahui soal analisis on-chain lebih lanjut melalui artikel berikut.
Apakah Siklus Keempat di Depan Mata?
Jika melihat dari data historis, setiap fase bull run akan diikuti dengan bear run. Dua fase tersebut sudah terjadi pada siklus ketiga kemarin. Lantas apakah saat ini BTC dan aset crypto lainnya berada di fase konsolidasi?
Ketika berada di fase konsolidasi, harga BTC bisa menguat. Namun, setiap penguatan kemudian akan diiringi dengan pelemahan.
Pada siklus pertama, konsolidasi terjadi dari akhir 2014 hingga pertengahan tahun 2016 dengan harga BTC bergerak pada rentang US$ 325 – US$ 450. Lalu pada siklus kedua, harga BTC bergerak naik-turun pada kisaran US$ 3.000 – US$ 6.000 selama dua tahun. Sementara pada siklus ketiga, setelah jatuh menembus US$ 30.000 pada pertengahan tahun 2022, harga BTC bergerak di rentang US$ 15.000 – US$ 23.000 dalam delapan bulan terakhir.
Sayangnya, tidak ada ada yang bisa memperkirakan berapa lama fase konsolidasi ini akan terjadi. Penguatan harga BTC dari US$ 15.000 menjadi US$ 23.000 tidak serta merta menjadi pertanda bahwa bull run siklus keempat akan segera terjadi. Secara historis, diperlukan adanya beragam katalis positif signifikan agar bisa memicu terjadinya bull run.
Namun, pada periode fase konsolidasi sebelumnya, industri dan ekosistem crypto justru selalu mengalami perkembangan yang signifikan. Saat ini, bisa dibilang perkembangan industri crypto tengah berkutat pada adopsi teknologi layer-2 yang dianggap sebagai solusi mengatasi permasalahan skalabilitas. Ethereum sebagai blockchain terbesar kedua dan rumah dari beragam DApps juga tengah menyiapkan shanghai upgrade sebagai upaya meningkatkan skalabilitas.
Terkait perkembangan teknologi layer-2, baca selengkapnya di sini.
Katalis Pendukung Bull Run
Berikut ini adalah beberapa faktor yang mungkin menjadi katalis positif untuk siklus bull run Bitcoin yang keempat:
- ⚒️ Bitcoin halving. Secara historis, bull run biasanya terjadi berbarengan dengan periode halving. Pada periode halving 2012, merupakan awal dari bull run siklus pertama. Begitupun pada periode halving 2016 dan 2020 yang masing-masing menjadi awal dari bull run siklus kedua dan ketiga. Adapun, periode halving BTC berikutnya akan terjadi pada 2024 mendatang.
- 🏢 Masuknya investor institusi. Pada periode bull run sebelumnya, kenaikan harga BTC tidak lepas dari masuknya investor institusi. Jika BTC menjadi instrumen investasi yang semakin mainstream, diharapkan dapat semakin menarik bagi investor institusi. Dengan meningkatnya kepercayaan dan masuknya dana besar dari investor institusi, harga BTC berpotensi ikut terangkat.
- ⚖️ Kejelasan regulasi. Urgensi pengetatan regulasi dinilai akan semakin kuat seiring dengan adanya kasus yang menimpa nasabah FTX, 3AC, dan Celsius. Adanya regulasi yang lebih ketat justru berpeluang memberi dampak positif secara jangka panjang. Dengan adanya regulasi yang lebih ketat dan melindungi investor, ini bisa menarik investor yang sebelumnya ragu untuk berinvestasi di crypto.
- 💼 Legalitas Bitcoin ETF. Grayscale, pengelola aset digital terbesar di dunia, masih berjibaku untuk meminta persetujuan SEC terkait peluncuran Bitcoin ETF. Sejauh ini, SEC masih bersikukuh menolak permohonan Grayscale. Salah satu alasan penolakan SEC adalah belum adanya regulasi terkait aset crypto. Jika Bitcoin ETF mendapatkan persetujuan, banyak kalangan yang menilai hal tersebut akan menjadi game changer dan mendorong masuknya investor ritel dan institusi lebih lanjut.
- 🆙 Pertumbuhan investor. Berkaca dari siklus bull run sebelumnya, kenaikan harga BTC berkorelasi dengan pertumbuhan jumlah investor crypto itu sendiri. Mengutip laporan Coinbase, dalam konteks aset digital, diperkirakan akan terjadi pertumbuhan minat menuju aset-aset yang berkualitas dan sudah teruji seperti BTC dan ETH. Faktor seperti keberlanjutan tokenomik, kematangan ekosistem, likuiditas pasar, serta kegagalan beberapa proyek crypto pada 2022 akan membuat investor beralih ke kedua aset digital tersebut.
Waspada Bull Trap
Periode kenaikan harga BTC tak selamanya dapat diartikan sebagai siklus bull run Bitcoin. Dalam dunia crypto terdapat istiliah bull trap. Bull trap merupakan sinyal palsu yang terjadi di tengah aset yang mengalami tren penurunan, di mana terjadi kenaikan harga sementara yang berhasil menembus titik support namun harga kembali turun. Hal tersebut akhirnya “menjebak” para trader ataupun investor yang memasang posisi long saat melihat aset berhasil menembus titik support. Sementara, alih-alih lanjut menguat, harga justru berbalik mengalami penurunan sehingga trader dan investor merugi.
Untuk memperkecil kemungkinan terkena bull trap, investor atau trader bisa mencari konfirmasi tambahan melalui beberapa indikator teknikal dan pola divergence. Sebagai contoh, kamu bisa melihat tingkat volume perdagangan atau mencari pola bullish candlestick pasca terjadinya breakout. Kedua hal ini bisa digunakan untuk mengonfirmasi apakah harga kemungkinan terus bergerak naik atau akan terjadi bull trap. Sebuah breakout yang diiringi dengan volume yang rendah dan candlestick yang meragukan seperti doji star bisa menjadi pertanda bull trap.
Selain bull trap, terdapat juga situasi bear trap yang merupakan kebalikannya. Bear trap terjadi ketika harga sebuah aset mengalami koreksi di tengah tren penguatan. Bear trap menjebak para trader yang ingin memanfaatkan situasi koreksi dengan memasang posisi short. Jadi, ketika momen koreksi berakhir dan harga kembali menguat, trader yang memasang posisi short akan terjebak dan berakhir merugi.
Cari tahu cara melakukan analisa teknikal agar terhindar dari bull trap melalui artikel berikut.
Beli Bitcoin di Pintu
Terlepas dari apapun yang akan terjadi pada Bitcoin ke depan, kamu bisa mulai berinvestasi BTC melalui Pintu. Kamu juga bisa membeli beragam aset crypto lainnya seperti ETH, SOL, BNB, dan yang lainnya secara aman dan mudah di Pintu. Selain itu, aplikasi Pintu kompatibel dengan berbagai macam dompet digital populer seperti Metamask untuk memudahkan transaksimu.
Ayo download aplikasi cryptocurrency Pintu di Play Store dan App Store! Keamananmu terjamin karena Pintu diregulasi dan diawasi oleh Bappebti dan Kominfo.
Selain melakukan transaksi, di aplikasi Pintu, kamu juga bisa belajar crypto lebih lanjut melalui berbagai artikel Pintu Academy yang diperbarui setiap minggunya! Semua artikel Pintu Akademi dibuat untuk tujuan edukasi dan pengetahuan, bukan sebagai saran finansial.
Referensi
Chris Collar, Bitcoin and Ethereum May Have Found Their Market Bottoms, Messari, diakses pada 8 Februari 2023
Bybit Learn, When Is The Next Crypto Bull Run? Bybit, diakses pada 8 Februari 2023.
Nivesh Rustgi, Bitcoin on-chain and technical data begin to suggest that the BTC price bottom is in, Coin Telegraph, diakses pada 8 Februari 2023.
Stan Higgins, 2013 to 2017: Comparing Bitcoin’s Biggest Price Rallies, Coindesk, diakses pada 9 Februari 2023.
Nikolai Kuznetsov, A little bit of history repeating? The numbers behind Bitcoin’s bull run, Coin Telegraph, diakses pada 9 Februari 2023.
Samuel Sherwood, A Brief History of China FUD, Exodus, diakses pada 8 Februari 2023.
Helen Partz, A brief history of Bitcoin crashes and bear markets: 2009–2022, Coin Telegraph, diakses pada 9 Februari 2023.
Brian Nibley, Bitcoin Price History: 2009 – 2023, Sofi Learn, diakses pada 8 Februari 2023.
James Chen, What is a Bear Trap? Investopedia, diakses pada 10 Februari 2023.
James Chen, What is a Bull Trap? Investopedia, diakses pada 10 Februari 2023.
Chris Collar, Has the Next Bull Cycle Begun for Bitcoin and Ethereum? Messari, diakses pada 10 Februari 2023.